Rainbow Arch Over Clouds

Minggu, 01 Mei 2011

Kenikmatan

Ini adalah hariku saat aku rasa, aku mulai menjadi penghancur keluargaku. Aku rubuhkan, aku remukan, dan aku luluh lantahkan semua cerita manis dan sisa-sisa kasih sayang  dari keluargaku. Hari ini adalah tepat dimana aku diborgol dan ditarik-tarik tanpa belas kasihan seperti anjing oleh orang-orang berseragam coklat yang lengkap dengan pistol ditangannya itu, yang juga siap menekan kemudi pistol itu, dan BUMM!! Menjatuhkan ku. TIDAK, TIDAK!!! Kali ini ia tidak menjatuhkan ku, tapi akibat pengerebekan ini mereka membuat ibu ku terjatuh, tergeletak dilantai itu, dan juga pergi untuk selama-lamanya.
Ibuku pergi dengan melihat perilaku hina dan kotor anaknya. Ia pergi dengan perasaan malu dan sakit hati kepadaku. Dan ia pergi menghadap Tuhan, mungkin dengan membawa kenbenciannya untukku. Tak sempat sedetik pun aku mengucapkan kata maaf kepadanya, karena para kawalan brengsek itu telah membawa ku jauh, dan jauh dengan air mata yang mulai mengalir dipipiku, air mata yang sudah lama rasanya tidak pernah aku keluarkan lagi, atau bahkan aku mulai lupa bagaimana rasanya mengeluarkan air mata itu lagi.
Semuanya berawal ketika dua tahun yang lalu, ketika aku mulai mencoba barang itu. berawal dari perkenalan ku dengan seorang pria biadab di nightclub itu, pria biadab yang menjerumuskan aku kedalam lembah dan perapian nestapa ini itu, aku di berikan barang nikmat itu. sekali, dua kali aku mencobanya dan makin hari aku pun makin terlena dengan kenikmatannya. ”Fuck me, i will fly.”
*****
Perlahan aku mulai tusukan jarum itu pada lengan kananku. Sakit! Aku meringis dan mengigit bibir ku menahan rasa sakit ketika jarum itu bersentuhan manja dengan lengan ku. Aku melolong sekuat tenaga menahannya, tetapi setelah itu, ajaib, ajaib!! Nikmat itu pun mulai menyeruak diseluruh tubuhku, hal yang luar biasa fikirku.
Masih disudut ruang gelap berkuran 3x3 meter itu, aku menggumpulkan semua barang yang aku simpan secara diam-diam dibalik benda persegi panjang yang terbuat dari kayu itu. Barang ini yang juga pastinya aku rahasiakan dari kedua orang tuaku.
            Tabungan ku habis, uang kuliah ku semua aku habiskan, bahkan uang orangtua ku kadang ku curi untuk dapat menikmati ke fly-an itu. tak ingat akan dosa aku saat itu, atau mungkin tak ingat juga akan Tuhan ku. Uh, persetan untuk segala dosa. Yang terpenting saat itu di urat-urat otakku adalah aku hanya dapat berpesta dengan barang itu.
            Bahkan kini aku pun juga tidak memperdulikan badanku yang rusak. Badan hanya dengan menyisakan tulang yang ditutupi kulit gelap, rambut yang kusut dengan ku ikat secara beraturan, mata yang terlihat layu, dan juga wajah yang tidak pernah menampilkan senyum, serta dengan setumpuk dosa yang melilit ku.
            Setiap harinya aku tidak pernah terpisah dengan barang itu. sudah ku anggap barang ini adalah pacar atau bahkan Tuhan ku. Menyuntik, menghidup, menjilat, panas dingin, dan menggigil telah menjadi agenda rutin ku setiap harinya.
            Semua terus ku lakukan tanpa ada yang tahu, tanpa aku mendapatkan gangguan dari mana pun untuk bisa bermain manja dengan barang ini. Samapai pada suatu waktu, saat orang-orang berbaju coklat itu mengerebek kamarku saat aku sedang menikmati aroma indah itu.
            Ibuku berteliat histeris ketika melihatku sedang menghirup aroma itu ketika pintu kamarku dibuka secra paksa olehnya sambil memegang benda hitam itu ditangan-tangan mereka. Saat itu juga ibuku memegangi dada kirinya. Dan ia pun meninggal seketika.
*****
Tiga tahun kemudian ..........
            Ketika aku bebas dari hotel prodeo yang pengap itu, aku pun mendatangi ruangan gelap diujung koridor itu. sebuah ruangan kecil dengan hanya berisi tempat tidur besi yang menyakitkan. Diujung ruang itu ada seorang lelaki tua yang duduk meringkuk dengan badan gemetar dan tatapan yang kosong seakan menerawang jauh. Lantai lembab tanpa secuil pun penghangatan dan penerangan matahari dan cerahnya udara luar. Ruangan serba putih yang kecil, pengap, lembab, kotor, dan tidak layak ditempati oleh manusia manapun. Dan tempat ini juga tidak pantas untuk ayahku!!
--Hah! Tempat itu tidak pantas untuk ayahmu? Lalu kau fikir ini semua karena ulah siapa? Siapa yang memulai semua keadaan hina ini?”— Fikiran penyesalan menyusup ddiseluruh sanubariku.
            “Hahahahaha, kini hidupku hancur, dan sekarang semua kian hancur. Apa pantas aku masih berada di dunia ini? Tapi apakah pantas pula aku menghadap Tuhan dengan setumpuk dosa yang makin menggunung, yang aku pinggul selama ini? Akankah Tuhan menerima ku nantinya?
*****
            Perlahan ku dekati orang tua itu. Ku usap lembut rambut putihnya, ku sentuh pula kedua pipi tirusnya, dan ku cium lembut tangan kanannya. Ia pun menarik dirinya dari ku, menjauhi ku dengan tatapan takut kepadaku. Aku mulai merasahan pipiku basah ketika itu. dan perlahan pula, aku dekati ayahku lagi, dan tepat didepannya. Aku mengambil serpihan kaca dari tas merahku, dan aku menyilet nadiku.

 by: diangandhi