Rainbow Arch Over Clouds

Kamis, 24 Februari 2011

rangkaian mimpi :)

Pukul: 22:56, Tahun 2015. Di ruangan kerja yang dingin
            Aku mengamati tumpukan album yang telah lama ini aku tinggalkan karena pekerjaanku mengurusi film perdana ku. Satu, dua, ahhhh, banyak sekali ternyata foto-foto kenarsisan aku dan temen-temen ku saat kuliah dulu. Perlahan aku membuka lembar demi lembar album itu. Kutemukan banyak foto yang ku fikir “Dulu ternyata aku Cu-Pu parah yah.” Dengan gaya foto yang standar itu-itu saja dan dengan muka yang juga sangat innocent.
            Kembali aku berkutat dengan laptop ku untuk menyelesaikan deadline ide cerita untuk film ku yang terbaru. Dan, hap, hap, hap. Ide itu kemudian begitu lancar mengalir menyusuri rongga dan urat-urat diotakku. Ku tatap album itu, lalu ku tuliskan semua nya di laptop hitamku. Aku tertuju pada satu itu. Foto aku bersama sahabat terbaikku. Bang Raga.

Pukul: 11:00, 7 tahun yang lalu. Di atrium kampus yang panas
Haiiiiiii. Namaku Granisa, Granisa Ratna Ayumi. Aku adalah seorang anak biasa, bukan mereka seperti orang-orang lain yang kaya dan tajir melintir. Aku saat ini berkuliah disalah satu Universitas swasta di Jakarta.
Aku berkuliah dengan jurusan Broadcasting. Satu yang aku fikirkan dalam hal ini adalah aku sangat ingin menjadi seorang reporter atau wartawan dan pemburu berita. Aku sangat menyukai semua pekerjaan yang berhubungan dengan lapangan dan alam. Aku tidak meyukai pekerjaan yang membuatku harus berpenampilan rapih dan hanya duduk stuck didepan computer dan ruangan ber-AC.
Kalo aku ingin berceritta tentang keluargaku, mungkin cerita ini tidak akan berkesan untukmu, mungkin kalian akan merasa cerita ini basi dan membosankan. Tapi mereka, keluargaku punya cerita yang indah untuk aku lukis, nyayi, dan tuliskan dalam harian kehidupanku. Ayahku hanyalah seorang karyawan swasta yang harus bekerja membanting tulang demi kami keluarganya. Demi kuliahku, demi adikku, demi ibuku, dan demi kehidupan kami. Ia ayah yang bijak, tegas, dan dapat mengatur kami untuk bisa mandiri.
Saat ini aku juga bekerja disalah satu restoran cepat saji Jepang yang terkenal. Aku hanya bekerja sebagai SPG (Sales Promotion Girl). Aku tidak seperti teman-temanku yang hidupnya hanya berkuliah tanpa memikirkan hal lain, tanpa memikirkan apakah semester nanti kita masih bisa kuliah? Apakah besok kita masih ada ongkos untuk kuliah? Dan apakah hari ini kita bisa jajan dikampus. OH Tuhan, aku sangat iri pada mereka yang bisa menjalani masa kuliahnya tanpa memikirkan ini, itu, dan apapun.
Sejak kecil hobiku selalu bekutat dengan buku, aku sangat suka mewarnai, menggambar,, dan juga membaca semua cerita dongeng. Semua ceria dongeng, mulai dari Cinderella, Snow White, semuanya memberi inspirasi cinta kepadaku. Sampai saat ini, aku masih suka membaca. Dan sekarang aku mulai mencoba menulis semua irama kehidupan yang aku latunkan pada kertas dan computer berdebu dirumahku.
Oh iya, aku juga akan melantunkan tentang sahabatku, Ranaga Abdullah Kharisma. Ia sahabat yang ku temui pada masa orientasi. Dan kita semakin akrab ketika kami disatukan dalam kelompok pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi.
Kami ternyata mempunyai banyak perbedaan tapi itu semua dapat disatukan. Raga, seorang pria yang sangat lembut. Ia hobi menyanyi dan cita-citanya pun ingin menjadi seorang penyanyi, berbeda denganku yang ingin menjadi seorang penulis.

Pukul: 13:25, 5  tahun yang lalu. Di kantin orange
            “Cha, liat ini deh.” Raga tergesa-gesa kearahku
--Publish your Love with Song, Festival Menyanyi Univrsitas Martadinata. Sabtu, 21 Februari 2010—
Sekilas aku membaca brosur itu, aku pun paham ini adalah festival nyanyi atau lomba menyanyi mungkin. Dan pasti Raga ingin sekali mengikuti event ini.
“Mau ikut bang?”
“Mauuu lah, tadi gue baru ngambil ini di mading Fikom”
“Tanggal berapa sih emang?” ucapku sambil melirik brosur itu
“21 Februari? Besok dong kalo gitu?”
“Ah serius?”
*****
            And the winner is ……………. Febrian Aris Rasudi from Universitas Jayakarta”
            Aku melihat Raga tertunduk lesu disampingku, ini sudah kesekian kalinya ia tidak dapat membuktikan bahwa ia pantas menjadi juara. Ahhh, pasti suatu saat nanti, suatu saat nanti bang!
            “It’s okay brader, you are the best, but you aren’t lucky. It’s just game.” Ucapku berusaha menguatkannya.
            “Sip, masih ada besok-besok kan? Tapi…….. gue sudah sering gagal Cha”
            No Problemo, nanti kita coba lagi. Ayo cepat anterin gue kekantor pos, nih cerpen ke 13 ku yang di tolak bang. Kalo sampe ini ditolak juga? Hmmmmm”

Pukul: 14:34, 4  tahun yang lalu. Di dalam kamarku yang sempit
You Spin Me Round versi Alvin And The Chipmunk bernyanyi di handphone ku
“Hallo, dengan mbak Granisa?”
“Iya, saya sendiri, dengan siapa ini?”
“Saya dari majalah Young Generation, cerpen mbak Granisa yang berjudul Pelangi Jingga akan kami terbitkan minggu depan, dan honor untuk mbak Granisa sudah bisa di cek di rekeningnya”
“WHAT?! REALLY?! Akhirnya 17 kali mengirimkan cerpen baru kali ini dimuat?” batinku dalam hati.
“Okay terimakasih mbak.” Ucaplu cepat sambil segera ku tutup teleponnya.
            Sejak saat itu cerpen ku mulai sering masuk di majalah-majalah lain, bahkan sekarang aku sedang menyiapkan novel pribadiku. Pelan-pelan dan perlahan menulis, agar aku bisa menjadi seperti inspirasi ku, novelis terhebat menurutku “Raditya Dika.”

Pukul: 13:53, 3 tahun yang lalu. Di toko buku Gramedia
            Hari ini aku akan melihat perkembangan novel pertama! Sudah sebulan ini Novel ku kini berlebel teenlit dan berjejer dengan novel-novel hebat lainnya. Seakan rongga dada ku pun menyusung melihat nama ku bertengger pada cover novel itu. Dan aku pun mulai senang ketika ada satu, atau dua anak muda yang menghampiriku, menyodorkan novelku, dan meminta tanda tangan ku. Oh Tuhan, apakah ini rasanya menjadi seorang artis? Hmmm, tapi aku bisa sehebat inspirasi ku. Dia terlalu hebat untuk aku kalahkan.
            Kejutan lain pun kini hadir, beberapa cerpen ku kini didaulat untuk menjadi tayangan FTV, dan sinema-sinema singkat di televisi. Kini aku pun juga bekerja disana sebagai pembuat naskah cerita FTV setiap harinya. Terkadang jika otak ku mampet dan aku mencari-cari kumpulan cerpen ku aku bisa menjadikan ini sebagai tugasku dan syukurlah tim kreatif itu pun juga menyukainya. Aku mulai belajar di dunia televisi walaupun hanya menyumbang kan cerita saja.

Pukul: 19:25, 3 tahun yang lalu. Di Embun Café
            Hari ini aku dan beberapa sahabat dari Raga mengantar dan memberikan dukungan untuknya untuk lomba Jazz pada kali ini. Hmmm, entah apa yang berkecamuk di dada ku. Kali ini aku sangat bersemangat menyuruhnya mengikuti  lomba ini. Sekarang Raga sudah lumayan sering menang dalam berbagai perlombaan. Tapi kali ini, karena yang akan menjadi pemenang pada lomba kali ini akan di daulat untuk dapat berduet dengan Tompi, pada album terbarunya. Dan jika Raga menang malam ini. Maka ia akan menginjakan kaki di studio rekaman bersama Tompi. Uyeeeeh, kami semakin dekat dengan mimpi-mimpi kami.

Jakarta Convention Centre, 2 tahun yang lalu
            Aku dan bang Raga kini sudah lulus S1, sekarang ada tittle dibelakang nama kami S.SOS. akhirnya setelah 4 tahun berkutat dengan dunia perkuliahan akhirnya kami bisa lulus tepat waktu dan juga dalam waktu yang tepat.
Hari ini kembali aku mengantarkan bang Raga untuk mengikuti ajang Indonesian Idol. Suara yang semakin ciamik, dan dengan modal sebuah single duet bersama Tompi tahun lalu membuatnya begitu tambah bersemagat. Dan kali ini pun terlihat wajah keseriusan padanya. Daaaaan! Hap, hap, hap! Bang Raga lolos untuk hari ini. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah J

Universitas Indonesia, 2 tahun yang lalu
            Sekarang aku ditemani oleh bang Raga pergi ke Universitas Indonesia untuk mengambil formulir beasiswa S2 ku di Jerman. Sejak kecil aku memang sangat menginginkan bisa pergi kesana. Tapi mungkin karena semua keterbatasan, Cuma hanya dengan beasiswa ini aku bisa mewujudkan mimpiku ke tanah eropa. Ke negara yang klasih dan sangat cantik menurut ku. Jerman!

Beberapa minggu kemudian
            Hari ini seharusnya bisa menjadi hari spesial untukku, karena aku harus pergi ke Jerman. Yaaaa! Alhamdulillah pengajuan beasiswa ku Jerman dikabulkan! Mengapa aku memilih Jerman? Karena saat ini mahasiswa dari luar yang ingin  berkuliah di jerman sangatlah murah. Bahkan karena beasiswa ini aku aku juga mendapatkan uang transport setiap bulannya.
            Tapi aku juga berat meninggalkan hari ini karena hari ini seharusnya aku ada dibalai sarbini, melihat aksi perdana sahabat ku di panggung yang selama ini sudah di impikannya. Dan dulu, saat kami masih merutas mimpi kami, aku pernah berjanji untuk bisa duduk di kursi terdepan untuk melihat penampilannya.
            Kini semua ada jalannya, aku pun juga harus pergi ke Jerman tanpa didampingi sahabat terbaikku yang mengantarkan aku mengambilkan formulir beasiswa itu. Tapi aku berjanji, aku akan selalu melihatmu dari Jerman sana. Walaupun kita terbatas oleh berjuta-juta mil jauhnya, tapi tenang sahabatku, doaku selalu ada untuk mu. Dan doakan aku juga untuk bisa sukses di Jerman sana.

Soekarno Hatta International Airport, tahun 2015
Welcome to Indonesia           
Kini aku telah kembali dari Germany, negara yang dulu hanyalah terasa mimpi bagiku. Kini gelarku adalah Master Of Communication. Aku sudah menyelesaikan lagi satu mimpi besar ku untuk bisa berdiri di benua biru itu. Berdiri dengan kemampuan ku, dan juga pengorbanan dan doa orang tua ku.
Diperjalanan aku menuju ke rumah, waaaaah! Supraise aku melihat sahabatku “Bang Raga” kini telah menjadi menjadi penyanyi terkenal. Walaupun ia belum Go International tapi dia sudah menjadi penyanyi yang hebat di nengeri nya sendiri. Papan billboard di sepanjang jalan yang memperlihatkan ekspresi bang Raga bernyanyi. Bahkan saat dilampu merah itu rata-rata cover majalah dan tabloid mereka adalah bang Raga yang mengeluarkan album baru, lagu nya menjadi tophits atau yang album lainnya meledak dipasaran. Waaaah, hebat sekali abangku itu.
“Hallo Cha, yaa ampun udah di Jakarta nggak bilang-bilang gue yee lo!”
“Hahaha, iya maaf bang. Kan sekarang udah jadi penyanyi hebat takutnya lagi sibuk lagi!”
“Ahh, gue mah kalo buat lo pasti ada Cha, tenang aja!”
“Ketemu yuk sekarang!”
            Pertemuan itu dapat melepaskan rindu ku yang terdalam kepada sahabatku, maklumlah untuk dua tahun ini aku tidak bisa pulang ke Indonesia karena biasalah masalah ongkos pesawat yang semakin mahal. Bang Raga benar-benar sahabat ku yang terbaik, ia selalu menggirimkan aku cd terbarunya ke tempat ku. Waaaah, terimakasih abang.
            Kini aku pun mulai menyiapkan novel kedua ku, dan ide gila itu pun muncul untuk membuat buku tentang jalan kami merutas mimpi kami, dari nol sampai kami bisa seperti sekarang ini. From zero to hero and from nothing to something.
******
Satu tahun kemudian…………
Lensa Senja
Saksikan di bioskop
14 Februari 2016
            Trailer film pertama ku mulai muncul di televisi, sebuah cerita cinta dari novel remaja ku empat tahun yang silam. Kini aku dapat merengkuh mimpiku, novel ku bisa kujadikan film, dan aku sendiri lah yang menyutradarai film ini, dengan memilih inspirasiku Raditya Dika untuk bermain di film ku, dan juga di bantu oleh sahabatku bang Raga, yang kini mengisi soundtrack di film perrdana ku ini.
            Mimpi ku kini mulai kurajut satu persatu, menerbitkan buku, pergi ke benua biru, menjadikan novel ku dalam bentuk film, dan menjadi sutradara, juga bisa bekerja sama dengan Raditya Dika.
            Mulai sejak itu, aku menjadi sering bekerja sama dengan Raditya Dika, dan aku juga kini didaulat menjadi sutradara untuk buku ke-5 Raditya Dika, Marmut Merah Jambu, kini aku sutradarai. Dan kini pula aku akan bekerja di stasiun televisi favorit ku.

            Raga juga kini semakin hebat, ia mulai mengutas mimpinya menjadi penyanyi Internasional, perlahan ia mulai menjajaki karier di belahan negara asia, mungkin suatu saat nanti ia juga akan pergi ke eropa, afrika, dan amerika. Kini ia mulai sering melakukan konser tunggal nya. Berdiri di panggung megah, dengan mengatasnamakan konser pribadinya.
            Kini mimpi pendidikan dan karier ku tinggal satu, bisa mendapatkan beasiswa lagi ke Negeri Paman Sam. Mengejar gelar doctor disana, dan bisa bekerja disana. Bisa sesekali ikut dalam produksi film Hollywood disana.

Los Angeles 2019
Aku kini bertemu dengan bang Raga di Amerika Serikat, ia sekarang bernyanyi disini. Berduet dengan Beyonce? Go International? Waaaaah! Hebat, sekarang mimpinya benar-benar tercapai, persis sama seperti mimpi ku, seperti mimpi kita dijaman kuliah dulu. Dan aku juga sudah menggenapkan mimpi ku, mengukir mimpiku menjadi sutradara film Hollywood ini.
APA?! Kita disatukan lagi dalam hal produksi bang Raga?! Tapi kali ini bukan di Indonesia, tapi di Amerika. Dan film apa? Ialah film tentang Indonesia.
Sampai akhirnya kami yakinkan bahwa:
Granisa: aku memang bukanlah penulis yang besar, tapi aku punya mimpi dan cita-cita yang besar yang akan aku tuliskan
Raga: aku memang bukanlah penyanyi yang besar, tapi aku punya mimpi dan cita-cita yang besar yang akan aku nyayikan
Akan aku tuliskan semua lembaran, irama, dan melodi perjuangan mimpiku dalam sebait lagu yang akan dinyayikan sahabatku.
Akan ku nyayikan sebait lagu, irama, dan melodi perjuangan mimpiku dalam secarik kertas yang ditulis oleh sahabatku.

*Hanya sekedar cerita mimpi gue Dian Ratnasari (Granisa) dan sahabatku Maulana Abdullah (Raga), tentang mimpi menjadi penyanyi dan penulis atau sutradara*

kita
*Dan ini akan menjadi kenyataan, suatu saat nanti*
AMIN J


*diangandhi

Jumat, 18 Februari 2011

pelukan hangat wisuda

Malam itu aku duduk di beranda Panti Asuhan Pelita Ibu. Malam ini terasa sangat dingin. Dentingan hujan itu bagaikan melodi piano yang menemaniku menyelesaikan puluhan kertas skripsi ku. Desiran angin pun juga menerpa ku, membuat aku merasa sangat nyaman ditempat itu.
            Namaku Irena Sasmita, kini aku salah satu mahasiswa tingkat akhir disalah satu Universitas Negeri di Bandung, dan Broadcasting adalah jurusanku. Seperti mimpi rasanya anak panti seperti ku ini bisa berkuliah ditempat itu. Pastinya dengan beasiswa, jika tidak mana mungkin aku bisa berkuliah disana.
            “Irena, ini ada teh hangat untuk kamu, uhuuk, uhuuuk!” Ibu Ros, Ibu panti yang selalu mengurusku sejak kecil.
            “Eh iya, iya bu. Terimakasih Ibu, Ibu kenapa? Ibu sakit?” Tanya ku panik ketika aku menyadari Ibu Ros terlihat begitu pucat.
            “Ibu tidak kenapa-kenapa. Gimana skripsi mu nak? Maaf ya nak, ibu tidak bisa membelikan komputer untuk kamu mengetik tugas skripsimu. Uhuuuk, uhuuuuk!!”
            “Ya ampun Ibu, engga apa-apa kok. Irena masih bisa ngetik di rental depan panti. Tenang aja yah Ibu, nanti kalau Irena sudah menjadi sutradara hebat. Pasti akan ada banyak komputer di panti ini untuk adik-adik.” Jawabku sambil menerawang jauh masa depanku.
            Malam itu aku merasa sangat dekat dengan Ibu Ros, banyak hal yang kami bicarakan saat itu. Maklumlah, mungkin karena kesibukanku dalam penulisan skripsi ini aku waktu berkumpul ku dengan Ibu Ros dan adik-adik panti menjadi berkurang. Aku sudah jarang ikut makan malam dan berdoa bersama karena selalu pulang larut malam untuk  mengetik dan mengejar tugas skripsiku di rental,
                “Ren, malam ini kamu tidur sama Ibu yuk.” Ucap Ibu Ros ketika aku hendak beranjak tidur
            “Oh, iya Bu. Balasku.
******
            Sebelum tidur kami masih terus ngobrol ngalur ngidul tentang masa kecilku, masa-masa aku masih sangat manja dengan Ibu Ros. Aku yang selalu minta dibelikan coklat koin ketika aku bisa menjadi peringkat pertama dikelasku, aku yang selalu mengajarkan teman-temanku karena aku dianggap pintar. Oh Tuhan, aku rindu masa kecilku. Kami terus ngobrol berdua, sampai akhirnya aku tertidur di dalam pelukan Ibu Ros..
            Ada beberapa orang tua yang ingin mengadopsi ku, apalagi jika Ibu Ros bilang kalo aku ini anak yang pintar dan selalu juara kelas. Rata-rata mereka, para orang tua ingin mengadopsi ku. Tetapi sejak kecil aku tidak ingin diadopsi. Aku sudah sayang dengan panti ini, aku sangat sayang kepada Bu Ros, dan aku selalu menunggu orangtua kandung ku yang sampai saat ini tak kunjung datang.
            Walaupun Ibu Ros selalu berkata “Ren, jika kamu diadopsi mereka, kamu akan jadi orang sukses, sekolahmu terjamin, hidup mu enak, nanti aka nada banyak mainan dan boneka dirumah.” Tapi tetap, tetap aku bergeming aku tidak ingin di adopsi.
            Aku bisa sampai titik ini, menjadi mahasiswa semua karena beasiswa. Aku bukan seperti orang lain yang bisa sekolah dan kuliah dengan meminta kepada orang tuanya. Yaa Tuhan, jelaslah aku tidak seperti mereka. Aku pun tidak mempunyai orang tua.
            Cita-cita dan mimpiku hanya aku dapat memperbesar panti ini, memberikan fasilitas pendidikan untuk adik-adik panti, dan memberangkatkan Ibu Ros ke tanah suci. Sudah 10 tahun ini Ibu Ros hidup sendiri karena Pak Yogo telah meninggal dunia. Dan mereka tidak mempunyai keturunan, maka mereka membuka panti ini untuk menjadikan kami anak-anak mereka.
******
            “Ibu, Ibu Ros, Adik-adik, Bu, Ibu, Adik-adik!!” Seruku sambil setengah berlari kedalam panti.
            “Iya, iya kenapa kak?”
            “Iya, kenapa Ren?”
            “Kalian tahu? Aku luluuuuuuuss!! Nanti pokoknya kalian harus hadir di acara wisudaku.
******
            “Ren, kamu sudah siap?”
            “Sudah Bbbbb, Ibu kenapa? Ibu pucat!”
            “Tenang aja Ibu nggak apa-apa kok, ayo kita jalan”
            “Oh Tuhan ada apa dengan Ibu Ros? Kenapa ia terlihat pucat? Oh Tuhan tolong lindungi Ibu Ros.” Batinku dalam hati sambil kami berangkat menuju ke acara wisudaku.
******
            “Selamat yah sayang, kamu memang anak Ibu yang paling pintar.”
            Ibu Ros memelukku sangat lama, sangat lama hingga aku hampir terlelap dipelukan itu, pelukan yang hangat, nyaman, dan membuat ku sangat suka berada dipelukan ini. Pelukan dari Ibu kandungku yang tidak pernah aku rasakan, semua terbayar pada pelukan hangat Ibu Ros. Pelukan yang dulu sering aku dapat ketika aku kecil, ketika aku ingin tidur, ketika aku menangis, aku selalu merasakan pelukan ini, rasa nyaman dan hangat pelukan Ibu Ros yang tidak pernah berubah.
            “Agak kanan dikit Bu.” Ucap fotographer yang mengatur foto kami.
            “Yaa, satu, dua, chzzzzz”
            “Lali lagi ya. Satu, dua, chzzz”
            “Ayo sekali lagi. Satu, dua, BRUUUUUUUK!!!
******
            “Dokter bagaimana Ibu saya? Apa ia baik-baik saja? Apa saya boleh masuk Dok?” Tanyaku ketika aku melihat pintu ICU itu terbuka.
            Ibu Ros jatuh dan pingsan pada sesi foto tadi siang di acara wisuda ku. Aku sangat sedih da terpukul atas ini. Dan aku menyesali, seharusnya Ibu tadi dirumah saja, pantas saja tadi Ibu terlihat sangat pucat.
            “Ibu, Ibu, bangun bu, Ini Irene.” Ucapku lirih ditelinga Ibu Ros sambil menahan air mataku
            “Ibu, Ibu dengar Irene kan?” Ucapku lagi sambil memegang tangan Ibu Ros
            Perlahan aku merasakan tanganku berat, Ibu Ros sadar, ia menggenggam tanganku.
            “Ren…..”
            “Bu, Ibu jangan banyak bicara dulu”
            “Ren, terimaksih kamu selama ini telah menemani Ibu dan ayah Yogo. Kamu sudah menjadi anak yang baik, cantik, dan pintar. Ibu bangga sama kamu”
            “Buu, Ibuu………………..”
            “Sekarang Ibu sudah tenang, kamu sudah dewasa, kamu sudah sarjana. Kamu bisa mengatur panti. Maafin Ibu ya Ren, salam juga buat adik-adik, Ibu sayang sama kalian semua”
            “Buuu, IBU, IBUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU”
******
            “Ya Tuhan, mengapa engakau ambil Ibuku? Siapa lagi sekarang yang aku punya Tuhan? Aku sendiri Tuhan!!” Aku menanggis dipojok beranda itu. Tempat aku dan Ibu Ros sering bersama, aku merasa rapuh sampai …………………………….
            “Kak, kakak jangan nangis lagi yah” Meta, adik pantiku datang dan menghapus air mataku.
            “Oh Tuhan, aku lupa. Aku tidak bisa seperti ini. Aku harus semangat, aku tidak boleh sedih, aku harus menggurus panti dan menjaga adik-adik, aku harus mengejar cita-cita ku sebagai sutradara, aku harus membuat Ibu Ros tersenyum disurga, aku harus buat ia bangga, dan aku harus penuhi janjiku kepada Ibu Ros” Aku tersadar dengan adanya Meta yang menghapus air mataku.
******
            “Lighting siap?”
            “Pemain semua udah lengkap?”
            “Itu kamera 2 disiapin juga!”
            “Okay, camera standby, tiga, dua, satu, action


*diangandhi

Jumat, 04 Februari 2011

layar maya mall pelangi

Topeng Hitam (topenghitam) ingin menambahkan anda ke daftar messager nya sebagai Hoodyungu
Apa yang anda ingin lakukan?
Perbolehkan orang ini menambahkan saya bila saya online
Orang ini tidak boleh menambahkan saya bila saya online
“Topeng hitam? Siapa yah dia? Gue konfirmasi aja deh.” Batinku dalam hati ketika aku baru membuka Yahoo! Messanger ku.
topenghitam: Hy Dita :)
hoodyungu: Hy, siapa disana?
topenghitam: Gue Gandrie, anak XII IPA 1, lo Dita anak IPS 2 kan?
“Oh My God!!!! Itu Gandrie yang chat gue? Gandrie Aldian Putra? Gandrie si kapten basket yang keren itu?” Pikir ku ketika aku selesai berchat-ing ria dengannya dan menutup laptop ku.
            “Tapi kok dia manggil ku dengan nama Dita ya, kenapa Ia tidak memanggilku Putri aja sih? Oh mungkin itu panggilan spesial untukku, Putri Andita. Yaaa, nama ku juga bisa dipanggil Dita”
            Aku terus senyum-senyum sendiri ketika membayangkan chatting antara aku dengan Gandrie tadi. Aku selama ini memang diam-diam menjadi pengagum rahasia Gandrie, dan sekarang ia benar-benar merespon ku. Oh My God, terimakasih Tuhan.
            “Aku harus cerita dengan ………………, ah tidak perlu sepertinya. Dia tidak perlu tau soal ini, jika nanti aku sudah resmi jadian dengan Gandrie, barulah aku akan bercerita dengan kamu”
*****
            Pagi ini sebelum masuk ke kelas, aku sengaja untuk memutar dan berjalan ke daerah kelas anak IPA, pastinya sengaja untuk melihat Gandrie. Aku minjit-minjit melihat dari balik jendela dari luar kelas, dan aku melihat Gandrie sedang bercengkerama dengan teman-temannya.
            “Put, Putri, Putriiiiiii”
            “Hah, iya, ada apa? Kenapa?” Jawab ku kaget
            “Ih, ngapain senyum-senyum sediri lo Put?”
            “Ada deh Pradita sayang, mau taaaaau aja.” Balas ku sambil memegang gemas pipi Pradita.
Istirahat hari ini pun aku segera mengajak sahabatku, Feby Pradita untuk menemaniku ke lapangan basket. Yaaaaa, agar aku bisa melihat aksi Gandrie di tengah lapangan. Aku dan Pradita duduk di pinggir lapangan sambil menyantap batagor yang tadi kami beli dikantin. Mataku tidak pernah lepas dari sosok didepan ku yang berlari dan terus mengejar bola basket itu.
            Saat bola itu ada ditangannya, dan ia berlari menuju ring itu, aku berteriak sekeras-kerasnya sambil meneriakan namanya “Gandrie, Gandrie”, dan sesekali ia terlihat melihat juga kearahku.
            “Gandrie, yee, Gandrie!!” Teriak ku dari pinggir lapangan
            “Cie elaaah, semangat banget mbak?” Pradita meledek ku
            “Iya dong” Jawab ku sambil tersenyum malu
            Hari ini aku sangat senang karena aku bisa sering melihat Gandrie, bahkan saat aku pulang sekolah pun aku sempat mencuri-curi waktu untuk melihatnya dari depan jendela kelasnya. Maklum lah, anak IPA kadang pulang selalu terakhir, dibanding kami anak-anak IPS. Dan saat tadi dilapangan basket, saat ia terlihat tersenyum kearahku, walaupun sebenarnya aku tidak yakin apakah ia benar-benar tersenyum kepadaku, tapi tak apalah, yang penting aku bisa melihat senyuman itu.
*****
topenghitam: YM-an yuk Dit?
BUZZ!!!
Kulihat ada satu chating-an messanger dari Gandrie di BlackBerry purple ku.
hoodyungu: Bentar yah Ndrie, gue buka laptop dulu.
topenghitam: Okay, I’m waiting you :)

            Segera dengan cepat aku membuka laptopku dan dengan cepat aku segera mengeklik Yahoo! Messanger pada desktop laptop ku.
hoodyungu: Hy Ndrie :)
topenghitam: Hy Dit, udah online di laptop?
hoodyungu: Udah nih Ndrie, hehee :)
            Malam itu, aku ngobrol ngalur ngidul dengan Gandrie, mulai dari ngobrol yang ringan tentang sekolah, nilai, guru-guru, sampai membicarakan tentang film Alltitude yang baru-baru ini tayang di bioskop-bioskop sampai membicarakan tentang masalah berat seperti masalah PSSI dan Gayus. Hmmmmm, memang jika kami sudah ngobrol, akan banyak bahan yang akan kami perbincangkan, dan kami tidak pernah kehabisan ide untuk meneruskan perbincangan kami.
topenghitam: Ya udah, udah malem nih Dit. Udah jam 11. tidur sana :)
hoodyungu: Oh iya yah, nggak berasa yah udah malem aja sekarang. Yaudah gue tidur yah Ndrie. Lo juga tidur yah
topenghitam: Iya Dit. Good Night, have a nice dream
hoodyungu: Good Night and have a nice dream too Ndrie :)
*Sign Out
            “Oh My God!! Gandrie ngucapin selamat malam ke aku?”
            “Dia juga ngucapin semoga aku mimpi indah?”
            Oh Tuhan, aku berharap ia ada dimimpi ku malam ini.
            Aku pun terus senyum-senyum sendiri sambil membayangkan wajah Gandrie sampai akhirnya aku pun tertidur.
*****
            Hari ini hari sabtu, aku libur sekolah. Dan aku bingung apa yang akan ku lakukan? Liburanku selalu terasa biasa saja. Tiba-tiba aku langsung teringat dengan Gandrie, segera langsung aku nyalakan laptop ku, dan langsung aku mengklik Yahoo! Messanger. Raut wajahku langsung ceria saat ku ketahui bahwa Gandrie juga sedang online. Tanpa berfikir panjang langsung kusapa Gandrie.
hoodyungu: Morning Ndrie :)
topenghitam: Hy Dit, Morning. Udah bangun lo?
hoodyungu: Udah dong, udah mandi malah. Hehee
            Percakapan kami lewat dunia maya, lewat sebuah layar yang membatasi kami itu pun berlanjut, sampai ………………………………………..
topenghitam: Dit, tau film White Noise? Besok udah keluar tuh di bioskop
hoodyungu: Oh iya taaaau, tentang seseorang yang tau tentang siapa-siapa aja yang bakal meninggal kan? Kayaknya bagus yah?
topenghitam: Iya Dit, bagus! Hmmmm, besok kita nonton yuk?
            WHAAAT!! NONTON? GANDRIE NGAJAKIN GUE NONTON? Aku berteriak sambil melompat-lompat kegirangan. Sekaligus tidak percaya kalau Gandrie akan mengajakku nonton. Mungkinkah ini artinya kita nge-date? Atau apakah mungkin Gandrie akan menembakku besok?
topenghitam: Dit? Lo masih online kan? Gimana? Besok mau nonton?
BUZZ !!!
hoodyungu: Eh iya Ndrie. Iya masih online gue. Hmmmm,okay deh besok kita nonton yah. Tapi gue ngajak temen gue yah. Boleh?
            Oh, yaudah besok gue juga ngajak temen gue deh. Jam 1 kita janjian di Mall Pelangi yah. Hmmm, gue minta nomer lo dong :)
………………………………………………
*Sign Out.
*****
            “Aduh, besok gue pakai baju apa yah?”
“Rambut gue diapain yah?”
Hari itu aku sangat sibuk memilih-milih pakaian di lemari pakaian ku yang akan ku pakai besok untuk nonton dengan Gandrie. Aku pun juga mulai sibuk menata rambutku di depan cermin itu.
“OH NO!!! kenapa nih jerawat harus datang sekarang sih? Nggak tau apa besok aku harus tampil perfect”
*****
“Sayang, ada donat kacang tuh nak di kulkas”
“Aku nggak mau makan kacang lagi mah!!”
“Ini kenapa lagi mamah pake nyediain donat kacang di kulkas.” Gara-gara jerawat ini aku menjadi sangat benci dengan kacang. Tapi, donat kacang itu adalah makanan favorit ku. Oh Tuhaaaan, hilangkan jerawat di hidungku.
Hari ini benar-benar membuatku sangat sibuk. Bukan hanya sibuk menyiapkan baju dan rambutku. Tetapi juga sibuk memikirkan cara bagaimana menghilangkan jerawat dihidungku ini. Sampai aku teringat Pradita, segera dengan cepat aku telepon Pradita untuk datang kerumahku. Untunglah Pradita mau datang dan membantuku menyiapkan baju dan perlengkapan yang besok akan ku pakai.
*****
“Pakai baju yang ini aja yah Put, terus nanti urusan rambut gampang deh gue yang urusin. Itu jerawat gitu doang mah gampang, nanti tinggal pakein alas bedak.”
Pradita memang sahabatku yang paling baik, walaupun ia berjilbab dan sangat pendiam. Tapi ia sangat ahli dalam soal fashion. Dan aku percaya semua yang dikatakan Pradita pasti hasilnya maksimal.
“Put, lo mau ngapain sih besok? Special banget kayaknya?”
“Hmmmm, ada deeeeeh”
“Ishh, jahat gak mau ngasih tau gue”
“Hmmmm, gue mau nonton sama …………. Besok lo bakal tau deh”
“Peliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit”
*****
Di Mall Pelangi ……………..
            Dit, dimana? Gue udah di XXI nih
                Okay Ndrie, gue otw kesana
            Hatiku semakin deg-deg an sekaligus tidak sabar untuk cepat-cepat bertemu dengan Gandrie. Oh Tuhan, ini hari spesial untukku. Mungkinkah aku nanti akan menjadi pacarnya Gandrie? Entahlah, aku berharap seperti itu.
            “Hy Dita” Sapa Gandrie ketika kami bertemu
            “Hy Nddd ……………………...” Baru saja aku ingin membalas sapaannya, tapi …………………….
            Yaa Tuhan, ada apa ini? Kenapa pandangan dan tangan Gandrie tidak kepada ku? Kenapa malah Pradita yang ia sapa? Kenapa bukan aku?
            “Gandrie?” Sapa ku memberanikan diri
            “Hy, lo temennya Dita yah?” Jawab Gandrie
            “Gimana Put? Puas lo? Kita impas yah?” Ucap Adit sinis kepadaku
            DEG!!!
JLEEEEEB!!!
Apa ini maksudnya? Mengapa ia tidak mengenaliku? Muka ku? Hati ku? Ya Tuhaaaaaan. Jadi maksudnya selama ini Dita itu? Dita itu Pradita? Bukan aku? Bukan Andita? Pantas semuanya terasa aneh ketika Gandrie memanggilku dengan panggilan Dita.
            Oh jadi gitu, Adit merasa sakit hati kepada ku karena ku menolak nya. Dan bodohnya aku, aku dengan terang-terangan bilang kepada Adit bahwa laki-laki yang aku cintai itu adalah Gandrie, sementara Gandrie? Ternyata Pradita lah yang di cintai Gandrie.
Semuanya karena Adit!! Ia juga yang ternyata memberikan alamat YM-ku kepada Gandrie. Dan aku juga bodoh, aku tidak menampilkan foto ku di YM-ku. Aku hanya memakai avatar yahoo ku. Oh Tuhan, ingin sekali aku menampar Adit, tapi rasa malu dan sakit terlalu besar untukku. Jika saja ada jurang disampingku mungkin aku akan memilih untuk terjun ke jurang itu agar aku tidak melihat mereka lagi.
            Aku malu dan sakit saat itu. Tak tahan dengan kondisi ku. Air mataku jatuh karena rasa malu dan sakit hati ini. Aku pergi meninggalkan tempat itu, meninggalkan khayalan ku tentang kencan yang indah, meninggalkan sahabatku Pradita, meninggalkan musuh terbesarku Adit, dan meninggalkan cinta semu, cinta maya ku, Gandrie.
*diangandhi