Rasanya aku ingin bunuh diri.
Malam ini, jam ini,
tanggal ini.
Aku
hanya bisa tertidur lemah dengan air mata yang membanjiri pipiku, kartu
undangan perak bergulung yang mirip seperti surat kerajaan zaman dahulu dengan
pita gold yang melingkari. Undangan ini
ku genggam, erat. Sesekali aku lihat foto ku dengan Agam yang menghiasi cover
itu, terlihat cantik, tampan, serasi, dan bahagia, begitulah perkataan
orang-orang yang melihat pose mesra aku dan Agam.
“Sebentar
lagi, sebentar lagi hari minggu, tanggal 20.” Aku berdesah pelan dan tertahan
karena air mata seakan mengunci mulutku.
Hari
dan tanggal yang sudah kita impikan, 20032012 – 20 Maret 2012. Tanggal yang
untuk kami berdua punya arti indah. Kita yang di pertemukan pada tahun 2003,
dan kita yang seharusnya di persatukan pada tahun 2012. Romantis, unik, cantik,
begitu fikir kita berdua.
Sebentar
lagi seharusnya aku melaksanakan pernikahan impian kita, dengan adat Jawa yang
kental. Ya, memang, aku dan Agam senang di repotkan dengan acara pernikahan
yang berbalut adat. Seharusnya, malam ini aku tidak bisa tidur tenang karena
besok kami akan menjadi suami-istri. Seharusnya malam ini malam midodareni
kita, malam aku memendam perasaan rinduku padamu, sampai akhirnya besok kita
akan dipertemukan di depan penghulu, dan di depan ayahku. Seharusnya,
seharusnya, ya seharusnya.............
Tapi
nyatanya? Aku hanya tidur sendiri dengan muka kusut dan rasa sakit yang
menemani. Tidak ada malam midodareni, tidak ada pernikahan, tidak ada hari
esok, mungkin.
Seminggu
yang lalu Agam pergi, meninggalkan semua mimpi kita, meninggalkan harapan untuk
masa depan kita. Agam tidak pergi bersama wanita lain, dia juga tidak
menghianatiku, tapi Agam pergi ketempat Tuhan, di Surga, dan aku fikir Ia akan
menungguku disana. Untuk itu, malam ini aku putuskan, untuk pergi ketempat
Agam.
Tepat
pada jam ini, tanggal ini, dan saat jam berdentang untuk keduabelas kalinya,
aku menyusul Agam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar